.............................................................
"Ish. Apa-apa marah. Apa-apa ngelarang. Ini-itu ga dibolehin. Diancem ini-itu ini-itu. Siapa sih dia? Orang tua bukan, tapi ngatur-ngatur hidup gw." hati kecil ku bergejolak, memenuhi semua sudut di hati. Dalam keadaan darah terasa naik ke kepala, dan siap untuk meledak, hal-hal buruk, pikiran-pikiran negatif, bahkan hal yang seharusnya bisa dicerna dengan baik, karena memang merupakan hal baik, pasti jadi pikiran buruk dalam kepala ini. Membuat mulut tidak terkontrol. Mengeluarkan seenaknya saja apa yang ada dipikiran tanpa menyaringnya.
Sebenarnya siapa yang bertindak seenaknya saja? Aku atau Dia? Berulang kali aku melakukan kesalahan yang sama. Kau tetap sabar menghadapiku. Mencoba memberi kesempatan yang sudah kau berikan puluhan kali kepadaku. Berkali-kali mengingatkan, ribuan kali kau menghela nafasmu. Mencoba menenangkan dirimu sendiri demi aku. Aku, aku yang hanya memikirkan diri sendiri, selalu beranggapan kau yang salah dan tak mengerti aku. "Kenapa ngomongnya ga baik-baik aja? padahal bisa kan kalo baik-baik aja??" pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulutku, yang seharusnya tidak aku ucapkan dan harusnya aku pikirkan dan renungkan dalam diriku.
............................................................
"Kamu kenapa sih? Kamu jadi diem? Kamu jadi aneh. HEI. Jawab! Eh jawab, kamu jangan diem aja!!" aku bingung, seketika dia diam untuk kali ini. Kemana dia yang kemarin? Dia yang selalu khawatir denganku, yang mencari-cari tau dan berusaha menghubungi ku beratus kali hanya untuk mengetahui keadaanku. Sekarang dia hanya diam. Aku salah? Ya, aku salah. Lalu, dia hanya diam saja, tak peduli dengan kesalahanku. Tidak ada ocehan dari mulut tweety nya. Sedih. Merasa dia sudah tidak memiliki rasa yang sama seperti dulu. Ada perempuan lain? Cinta yang lain? Atau, sudah tidak kuasa dengan sikapku.
Aku menyesal.... sungguh! Jangan berubah, jadilah dirimu seperti dulu. Tanpa ada campur tangan dari orang lain. Tak perlu mendengar ocehan orang lain tentang penampilanmu, atau sikapmu. Tidak perlu. Aku memang ingin kau menjadi pribadi yang lebih baik lagi, tapi tanpa campur tangan orang lain. Lihat dirimu sekarang, kau lebih sabar menghadapiku. Mengingatkan berulang-ulang kali tanpa emosi. Tidak seperti dulu, kau sekarang berubah. Itu tanpa campur tangan orang lain, dan tanpa campur tangan diriku. Aku tak pernah memaksa kau untuk merubah sikapmu, bukan? Tidak untuk menjadi lebih sabar, lebih rajin atau merubah penampilan menjadi lebih memperhatikan diri. Tidak. Kau ingat satu yang selalu aku pinta dulu? Hanya satu, aku hanya minta kau memperhatikanku.
Aku suka dengan sikapmu, semua tingkahmu. Caramu menatapku saat aku bercerita tentangku. Matamu, seperti penasaran menunggu lanjutan ceritaku. Mulut tweety-mu, tersenyum sambil melihat caraku yang aneh dalam berbicara. Lalu tertawa dan seketika tanganmu terangkat keatas menuju pipi atau hidungku. Mencoba menyubitnya dengan gemas. "Dasar anak kecil!". Anak kecil? Aku sebal melihatmu memotong ceritaku. Aku sebal kau selalu mengejekku itu. Aku bukan anak kecil. "Kamu kecil. cara kamu cerita aja kaya anak kecil. kamu anak kecil aku". Wajahnya bahagia, senyum terlukis diwajahnya. Senang sekali mengejekku anak kecil. Aku bahkan senang dengan sikapmu yang mengejekku seperti itu. Tak sadar, dirinya juga masih seperti anak kecil.
Kamu, aku rasa kamu orang yang fleksibel. Kau bisa mencuri perhatianku dengan tingkahmu yang kekanak-kanakan. Cara mu ingin dimanja, cara mu memanggil namaku seperti minta diperhatikan. Saat kamu terlelap di sofa..... "Dasar bayi" mungkin memang aku yang bersifat lebih kekanak-kanakan, tapi aku tidak mau kalah. Aku harusnya mengejekmu lebih parah. Kalau kau memanggilku anak kecil, aku memanggilmu bayi. "Kamu bayi aku. pokonya kamu bayi."
Berbeda saat kau menceramahiku, berusaha membuatku mendengar omonganmu. Kau yang terlihat cool, dan seketika berubah seperti orang dewasa. Kau benar, yang kau bicarakan bahkan selalu benar. Aku baru sadar. Aku minta maaf kalau aku terlihat tidak serius saat mendengarkan mu. Itu tidak lebih karena aku sebenarnya gemas denganmu. Aku ingin keluar dari situasi serius itu. Aku ingin bermain denganmu, aku ingin bercerita. Tapi kau tetap saja menceramahiku. Ga boleh ini itu, harus ini itu, pikir kedepannya, pikir diri aku sendiri. Hhhh--- maaf kalau aku tidak serius mendengarkan semua itu.
Kau tau? Aku tidak menyangka kita bisa sejauh ini. Denganmu, untuk waktu yang lama. Aku ingin terus seperti ini. Aku ingin dan terus ingin memegang tanganmu disaat aku takut untuk melangkah. Aku ingin dan terus ingin didekapmu disaat dunia tidak bersahabat denganku, disaat dunia terasa jungkir balik. Aku ingin dan terus ingin melihat wajahmu, membayangkan wajahmu, melihatmu di koleksi foto ku dan seketika itu terbentuk senyum dariku. Aku ingin dan terus ingin tertidur lelap seperti ini, dengan kau yang ada dibenakku sebelum aku pergi tidur. Aku ingin dan terus ingin terbangun dari tidurku, dan hal pertama yang ada dibenakku adalah senyummu. Membangun semangat untuk aktifitas ku seharian penuh. Aku ingin dan terus ingin tanganmu mengelus atau bahkan mengacak-acak rambutku. Aku ingin dan terus ingin kau selalu disampingku.
Jangan..... Tolong jangan berubah. Jangan pernah lelah denganku. Maaf...... Jika aku masih seperti anak kecil yang tidak bisa serius. Aku ingin kamu tetap bawel, tetap memarahiku dan mengingatkan aku. Kamu adalah semangat bagiku. Kamu motivasiku untuk saat ini. Sekarang aku akan mengontrol pikiran ku saat kau memarahiku. Aku baru sadar, selama ini yang kau bicarakan benar. Dan aku salah. Aku yang bertindak seenaknya saja. Aku yang harusnya sadar dan merubah sikapku. Seperti yang kau bilang, kau seperti itu pun demi aku, bukan hanya saat denganmu tapi dengan orang-orang disekitarku. Aku sadar, kau sangat peduli denganku. Kau memarahiku untuk banyak hal tetapi kau tetap ada disampingku, menerimaku.
P.S.: Aku menyayangimu dalam segala bentukmu, dulu, sekarang dan selamanya.